NgélMu – aNgél sadurungé keteMu

Antara Klorin, Fenol dan Media Massa

Posted by EG Giwangkara S pada Sabtu, 1 Desember 2007

Air BersihJumat sore (30 Nov) kemaren kebetulan pulang kerja on-time karena lapar ga makan siang, saya makan sambil nonton berita sore di salah satu stasiun TV.

Salah satu beritanya adalah tentang banjir dan kesulitan air bersih di Jakarta Utara. Sebagai spesies yang rada ngarti tentang pengolahan air karena kebetulan pernah kerja di Laboratorium PDAM JAYA Jakarta yang juga memproduksi air untuk kebutuhan ke Jakarta Utara saya jadi sedih dan kecewa ke stasiun TV.

Gimana ga sedih, ternyata di stasiun TV manapun pemberitaan di kita masih berkiblat kepada rating tinggi supaya iklannya naik dengan cara bikin berita sensasional dan mengesampingkan kebenaran informasi itu sendiri. Jadi ceritanya diacara tersebut pembawa berita menyampaikan bahwa dengan banjirnya Jakarta Utara maka satu-satunya sumber air bersih yang dapat digunakan adalah dari PDAM, itu pun dengan pasokannya yang kurang dan masih berbau kaporit.

Soal pasokan yang kurang emang keadaan yang klise dari dulu karena total produksi air bersih dari PDAM Jaya belum bisa memenuhi kebutuhan air bersih untuk penduduk Jakarta yang sudah terlalu padat. Tapi soal kwalitas air PDAM Jaya yang masih berbau kaporit dan diopinikan dan didramatisir oleh pembawa berita bahwa hal itu juga merupakan masalah bagi kesehatan betul-betul kesalahan besar.

Pertama soal penggunaan kata “kaporit”. Sebetulnya di PDAM Jaya tidak menggunakan kaporit untuk desinfektan (membunuh bakteri), tapi menggunakan gas klor ( Cl2 ). Tapi ga apa-apa lah, itu masih bisa dimaklumi. Toh tujuannya sama, yaitu untuk desinfektan.

Kemudian soal air PDAM yang masih berbau kaporit yang dianggap bermasalah, seharusnya si pembawa berita tersebut dibekali dengan pengetahuan kwalitas air bahwa air yang masih berbau kaporit justru malah bagus. Lagipula klorin bebas memang disyaratkan oleh Pemerintah dalam PP No. 22 Tahun 2001 yaitu sebesar 0,03 ppm (mg/L) dimana pada konsentrasi tersebut klorin bebas memang mengeluarkan bau khas (bau kaporit). Oleh sebab itu bau klorin bisa dijadikan indikator bahwa sampai ujung konsumen air tersebut masih mengandung bahan kimia pembunuh bakteri, yang artinya air bersih ketika sampai ke konsumen sudah bebas bakteri coli-form yang memang pada umumnya banyak terdapat pada air.

Pemberitaan itu kemudian jadi tambah ngawur kertika pada jeda iklan menayangkan iklan obat spray untuk penghilang bau mulut yang salah satu komponennya dengan jelas disbutkan dalam iklan tersebut mengandung fenol 1,4 %. Saya ga tau kemana YLKI dan BPOM, kok bisa-bisanya obat tersebut beredar, sebab dalam air bersih yang penggunaannya masih harus dimasak dulu saja fenol disyaratkan oleh PP No. 22 Tahun 2001 maksimum sebesar 1 ug/L (1 ppb atau 0,000000001 %).  Sementara pada obat yang disemprotkan kedalam mulut dengan resiko tertelan langsung atau ikut tertelan saat makan atau minum konsentrasi fenolnya sebesar 1,4 %.

Yang menjadi rancu adalah klorin bebas pada air bersih yang sebetulnya diharapkan ada justru dianggap salah, sementara fenol yang dilarang dalam obat bau mulut justru malah diiklankan.

–  trus kumaha atuh, kang ?

+  teuing ah… rieut… 😦

Jadi seperti yang saya sebutkan diatas, alangkah indahnya kalau pembawa berita harus dibekali dulu dengan pengetahuan umum tentang materi berita yang disampaikannya, atau paling tidak konsultasi dulu dengan pihak yang berkompeten dan jangan hanya mencari sensasi untuk mengejar rating. Dan satu lagi, hampir disemua stasiun TV acara pemberitaan maupun talkshow selalu memancing dan mengarahkan opini masyarakat yang kadang-kadang opini tersebut malah salah.

Tentang Klorin

Sejatinya emang air yang bagus tuh yang ga berasa dan berbau. Tapi masalahnya jaman sekarang dah sulit untuk bisa mendapatkannya, apalagi di perkotaan. Kalaupun bisa maka harganya akan lebih mahal. Selain itu di industi pengolahan air variabel prosesnya tidak hanya itu, tapi juga kelancaran pasokan juga.

Pada pengolahan air bersih selalu ada berbagai jenis bakteri dalam bahan bakunya, misal air sungai. Nah pada pengolahan air bersih salah satu tahapannya adalah penjernihan. Pada tahapan penjernihan ini biasanya air sudah jernih, tidak berasa dan tidak berbau. Tapi masalahnya jumlah bakterinya masih hampir sama dengan bahan bakunya, baik jenis maupun jumlahnya. Makanya kemudian disterilisasi menggunakan desinfektan agar ketika sampai ke konsumen bakteri-bakteri tersebut sudah jauh berkurang.

Selain itu keberadaan bakteri dalam air juga dalam jaringan pipa distribusi akan menimbulkan lendir yang merupakan sekresi dari para bakteri dan akan mengikat padatan yang tersuspensi yang biasanya akan terakumulasi pada persimpangan pipa distribusi ( 0,5″ ) yang pada akhirnya akan menyumbat pipa yang ujung2nya akan mengurangi debit / pasokan air ke konsumen. Atau paling parah akan menyebabkan pipa distribusi pecah karena tekanan dari pompa distribusi makin naik.

Ilustrasinya mungkin mirip dengan penyakit darah tinggi. Lendir hasil produksi bakteri kerjanya mirip lemak darah / kolesterol yang makin lama akan menempel pada pembuluh darah dan menyebabkan penyumbatan, terutama pembuluh darah kapiler / halus. Sementa jantung terus memompa cairan dengan kekuatan yang sama dan akhirnya menyebabkan tekanan darah antara jantung dan daerah tersumbat jadi tinggi. Itulah yang namanya tekanan darah tinggi. Lha kalau pembuluh tersebut sudah tersumbat samasekali oleh kolesterol atau lemak darah sementara jantung terus memompa ya pembuluh darahnya pecah, dan kejadian itu disebut stroke.

Dalam distribusi air bersih ya kira2 gitu juga. Makanya diinjeksikan desinfektan untuk membunuh bakteri yang menghasilkan lendir supaya pipanya ga mudah buntu. Dari pengalaman di beberapa tempat sih jika dalam pengolahan air ga pake desinfektan biasanya antara 3 sampai 5 tahun pipa distribusi dah buntu. Kan ga lucu tiap 5 tahun PAM kudu reinvestment ganti pipa terus.

Sebetulnya ada teknologi yang bisa membuat air bersih langsung diminum dari kerangan seperti di luar negeri atau air dalam kemasan yang ada dipasaran, yaitu dengan mengganti desinfektan klorin dengan ozon ( O3 ). Tapi masalahnya biayanya akan tinggi yang ujung2nya anda harus membayar mahal untuk air yang digunakan. Lagipula rata2 masyarakat kita belum siap untuk membayar mahal untuk air yang digunakan. Jadi solusinya untuk sementara dikeluarkan dalam bentuk air mineral dalam kemasan. Coba anda hitung-hitung dan bandingkan berapa harga air dari PAM per meter kubiknya. Harga itu kemudian dibagi 1000 untuk mendapatkan harga air PAM per liter. Kemudian bandingkan harga tersebut dengan air mineral dalam kemasan per liter yang biasa anda beli.
Harganya pasti jauh berbeda… 🙂

Jadi, soal air PAM yang keluar dari kerangan di rumah masih bau klorin, selama baunya tidak sampai menyengat sih abaikan saja. Sebab itu indikator kalo air yang anda terima dalam kondisi bagus. justru anda harus curiga kalau air yang keluar dari kerangan tidak berbau klorin samasekali. Untuk menguji kadar klorin dalam air PAM bisa menggunakan penciuman. Memang perlu pengalaman untuk melakukannya, bahkan di sekolah analis kimia ada mata pelajaran khusus untuk itu, yaitu uji organoleptik. Tapi mungkin anda bisa melakukannya sendiri di rumah. Jika air yang keluar dari kerangan samar2 tercium bau klorin biasanya konsentrasi klorinnya sekitar 0,2 ppm (par per milion) atau 0,0000002 %). Sementara kalau baunya sudah mulai menyengat biasanya konsentrasinya sudah diatas 1 ppm atau 0,000001 %.

Nah kalau air yang keluar di kerangan rumah anda tidak berbau klorin samasekali atau baunya terlalu menyengat anda bisa melapor ke PDAM Instalasi Produksi yang memproduksi air ke rumah anda, jika di PDAM Jakarta misal di Pejompongan, Kalimalang I, Kalimalang II, Pulogadung, dll. Kalau anda tidak tau air di rumah anda diproduksi dari mana bisa ditanyakan kepada petugas metering yang tiap bulan mencatat metering PAM di rumah anda. Mestinya mereka akan senang mendapat laporan dari konsumen langsung, karena tidak perlu lagi repot2 mengirim petugas laboratorium untuk memeriksa. Kalau tidak salah PDAM secara berkala mengirimkan petugas laboratorium ke lapangan untuk melakukan sampling ke titik distribusi terjauh untuk meyakinkan bahwa air yang diproduksi masih bagus.

Lagipula gas klorin yang terdapat dalam air kerangan itu akan menguap dalam 4 – 8 jam tergantung kindisi penyimpanannya juga. Selain itu akan menguap juga ketika air tersebut dimasak. Kalau ga percaya coba deh tampung air dari kerangan yang masih berbau klorin kedalam ember dan biarkan selama 8 jam. Kemudian setelah 8 jam anda tampung juga air kerangan yang masih berbau klorin dalam panci kemudian didihkan dan biarkan sampai dingin. Kemudian bandingkan bau klorin antara air hasil kerangan tampungan dalam ember yang sudah didiamkkan selama 8 jam, air kerangan yang sudah dimasak dan didinginkan dan air yang baru keluar dari kerangan. Mestinya bau klorinnya akan berbeda.
Selamat mencoba…. 🙂

5 Tanggapan to “Antara Klorin, Fenol dan Media Massa”

  1. Salam kenal Pak,
    Sepertinya hal ini adalah cerminan dari pengetahuan kami- kami kebanyakan.
    Dan rupanya hal ini menjadikan peluang/ ladang- amal bagi Bapak untuk lebih banyak/ sering lagi memberi pencerahan bagi kami- kami yang lebih sedikit tahu masalah air/ kebersihannya.
    Salam,

  2. Ghalila said

    Salam Kenal, Pak. Saya juga berdarah Palembang.
    Saya masih sophomore nih, makasih Pak untuk post-postnya yang sangat-sangat bermanfaat. Saya juga baru tau kalo air yang bagus itu justru berbau kaporit. Soalnya camp Chevron tempat saya tinggal airnya berbau kaporit dan saya ngiranya air tersebut tidak baik untuk dikonsumsi. Sebage sesama orang Palembang saya bangga nih ada orang Palembang yang punya blog bagus seperti ini. Teruslah berkarya Pak. Halah. =)

  3. eruwidi said

    Terima kasih, artikel yang bagus untuk pengetahuan masyarakat. Tetapi ada sedikit statement yang mengganggu saya perihal air kemasan yang biasa kita beli dipasaran adalah “air mineral”. Saya pernah periksa semua label air kemasan yang dijual dipasaran dan tidak ada yang mencantumkan kandungan mineralnya.
    jadi mereka sendiri juga tidak meng”klaim” sebagai air meneral.
    Bagaimana kang, mohon tanggapan!
    Oh ya saya juga sering mpet dengar iklan yang asal-asalan. Tapi mau apa lagi, hak mereka promo barang dan hak kita yang ganti channel kalau ga setuju. Yang utama lindungilah keluarga untuk tanyangan yang keliru, Salam.

  4. […] Antara Klorin, Fenol dan Media Massa […]

  5. Johan said

    Sy pernah dapat ilmu dari tutor mesin penyaring air heksagonal, yang malahan menyatakan bahwa klorin yang ada di dalam air, bila saat cuci beras, klorin akan pindah ke beras dan saat dimasak bisa menjadi THM (tri halo methane) yang menyebabkan kanker.

    Menurut Mas Giwang gimana ?

Tinggalkan komentar